“Kita sepakat panitia bagaimana mendesak Jokowi bahwa Peristiwa 27 Juli ini untuk menjadi dimasukkan dalam pelanggaran HAM berat,”Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasukkan peristiwa Kudatuli atau kerusuhan 27 Juli 1996 sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan perempuan yang akrab disapa Ning dalam diskusi bertajuk "Kudatuli, Kami Tidak Lupa" di kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu.
“Kita sepakat panitia bagaimana mendesak Jokowi bahwa Peristiwa 27 Juli ini untuk menjadi dimasukkan dalam pelanggaran HAM berat,” kata Ning.
Ning pun menyesalkan peristiwa Kudatuli tidak dimasukkan ke dalam daftar 12 kasus pelanggaran HAM berat setelah pemerintah mendapatkan rekomendasi dari Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat.
Ke-12 peristiwa pelanggaran HAM berat itu yakni, peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Talangsari, Lampung 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis, di Aceh 1989; penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II 1998-1999.
Kemudian peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999; peristiwa Simpang KKA, di Aceh tahun 1999; peristiwa Wasior, di Papua 2001-2002; peristiwa Wamena, Papua di 2003; dan peristiwa Jambo Keupok, di Aceh tahun 2003.
“Kita akan protes dan berjuang untuk supaya Peristiwa 27 Juli masuk dalam pelanggaran HAM berat. Setuju?” tanya Ribka disambut riuh teriakan “setuju” oleh peserta diskusi.
Ribka pun mengajak seluruh elemen rakyat khususnya kader PDIP hingga para aktivis untuk berjuang mendorong Presiden Jokowi agar memasukkan peristiwa Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.
Turut hadir dalam diskusi tersebut mantan Aktivis Gerakan Reformasi Partai Rakyat Demokratik (PRD) Wilson Obrigados, jajaran DPP PDIP seperti Sri Rahayu, Yuke Yurike, Bonnie Triyana, serta para organ sayap partai seperti Ketua Umum Repdem Wanto Sugito.
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri pun turut mengikuti acara tersebut melalui daring.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024